DALAM beberapa hari ini masyarakat Republik Indonesia tercinta dihebohkan dengan pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pelaku penyiraman air keras pada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang lebih populer disebut KPK, Novel Baswedan.
Kasus yang bergulir lama hingga nyaris memakan waktu kurang lebih 3 (tiga) tahun ini disinyalir tidak berujung pada tombak keadilan. Banyak sekali komentar yang dapat kita temukan di media sosial baik Facebook, Twitter bahkan Instagram. Komentar-komentar yang bermunculan pun beragam namun lebih didominasi oleh perasaan kecewa dan ketidakadilan pada proses hingga pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kita mencoba mengingat dan mengulas kembali secara singkat bagaimana kronologi penyiraman air keras tersebut pada 11 April 2017. Penyiraman air keras tersebut bermula ketika Novel Baswedan usai menjalankan ibadah shalat subuh di masjid dekat rumahnya di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Penyiraman tersebut dilakukan oleh dua orang pria yang menggunakan sepeda motor yang menghampiri Novel Baswedan dari belakang, setelah dekat kedua pelaku langsung menyiram air keras kearah Novel, namun naas siraman tersebut mengenai wajah bagian mata sehingga Novel pun dilarikan kerumah sakit untuk mendapat perawatan. Dalam kejadian tersebut Novel tidak dapat mengidentifikasi pelaku dikarenakan wajah kedua pelaku tertutup helm.
Selanjutnya setelah kejadian penyiraman tersebut, pihak kepolisan melakukan olah TKP dan melakukan penyidikan untuk mengetahui siapa pelaku penyiraman tersebut. Dalam hal ini jika kita uraikan dari proses penyidikan sampai persidangan maka akan sangat panjang dan harus rinci, sebab kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan dapat kategori kelas berat dan rumit karena dicurigai melibatkan petinggi-petinggi negeri.
Dari hasil pembacaan tuntutan pada tanggal 11 Juni 2020 lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jaksa Penuntut Umum menyatakan kedua terdakwa terbukti melakukan penganiayaan yang terencana terhadap Novel Baswedan. Adapun tuntutan hukuman terhadap kedua terdakwa adalah kurungan penjara selama 1 (satu) tahun.
Atas tuntutan hukuman tersebutlah yang kemudian menggemparkan masyarakat bahkan beberapa tokoh nasional, sehingga ramai diperbincangkan dijagat media sosial. Beragam komentar pun muncul mewakili kekesalan hingga kekecewaan atas proses hukum yang berjalan. Mereka mempertanyakan dimana letak keadilan atas kasus tersebut yang diyakini mereka bahwa ini bukan kasus biasa yang dengan mudah hanya dituntut dengan kurungan penjara selama 1 (satu) tahun.
Dalam pertimbangannya, jaksa menyebutkan hal yang memberatkan para pelaku dalam kasus ini adalah perbuatan mereka yang menciderai kehormatan institusi Polri. Para pelaku juga meminta maaf dan menyesali perbuatannya dan telah menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Novel Baswedan dan institusi Polri.
Adapun yang salah satu yang meringankan adalah para pelaku tidak sengaja menyiram air keras ke bola mata Novel Baswedan yang menyebakan mata Novel Baswedan menjadi tidak berfungsi dengan baik, yang mengagetkan adalah penyiraman tersebut hanya untuk memberi pelajaran kepada Novel Baswedan.
Kejanggalan-kejanggalan pun mulai muncul dan dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Masyarakat mulai menganalisa kasus tersebut dengan logika-logika mereka. Salah satu yang dapat penulis kutip adalah video yang dibuat oleh pemilik akun twitter @bintangemon yang seketika menjadi trending karena menjelaskan kejanggalan kasus tersebut menggunakan logikanya dan gaya bahasa ringan serta dikemas dengan humor pula. Sedikit cuplikan perkataan yang penulis rangkum menjadi kalimat dalam video tersebut:
“katanya ga sengaja tapi kok bisa sih kena muka kan kita tinggal dibumi, gravitasi pasti kebawah, nyiram badan ga mungkin meleset kemuka. Kecuali pak Novel Baswedan jalannya hand stand bisa lu protes, pak hakim saya niatnya nyiram badan Cuma gegara dia jalannya bertingkah jadi kena muka, bisa masuk akal.
Sekarang tinggal kita cek yang kagak normal cara jalannya pak Novel Baswedan atau hukuman buat kasusnye. Katanya cuma buat ngasih pelajaran. Bos, lu kalo mau ngasih pelajaran, pak Novel Baswedan jalan lu pepet, lu bisikin eh…tau gak kita punya grup yang ga ada lu nya.pergi. Pasti insecure,ih salah gua apa ya, intropeksi pak Novel, pelajaran jatohnya. Nah aer keras mah dari namanya juga keras, kekerasan, gak mungkin keaeran…(untuk menyimak videonya lebih lanjut bisa melalui akun twitter @bintangemon”.
Walau dikemas dengan gaya humor terselip pesan bahwa ada kejanggalan-kejanggalan yang dianggap tidak masuk di akal sehingga membuka pikiran kita untuk mencoba menganalisa secara mandiri apakah benar atau tidak dan sesuai atau tidak sesuai antara kronologi kasus yang sebenarnya dengan alasan peringanan dan pemberatan dalam pembacaan tuntutan.
Selain itu tak sedikit pula masyarakat yang mengecam penuntutan kasus ini dengan beberapa komentar dibeberapa laman akun media sosial. Masyarakat bertanya-tanya dimana keadilan, perlindungan dan kepastian hukum dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Pada sistem peradilan dikenal Due Process Of Law yang merupakan salah satu ciri dalam negara hukum yang mengadakan upaya perlindungan hukum terhadap korban kejahatan yang harus diterapkan dalam penyelesaian kasus pidana. Dengan demikian sangat diperlukan bagi kita semua untuk mengawasi jalannya persidangan guna melihat dan memastikan bahwa perlindungan hukum berjalan dengan baik.
Agar menjamin adanya keadilan dalam kasus ini , kecurigaan masyarakat atas ketidak adilan proses hukum yang berjalan terhadap kasus Novel Baswedan hendaknya dapat membuka mata para penegak hukum untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya dan menghilangkan kekecewaan masyarakat yang menganggap keadilan hukum yang belum maksimal dan jauh dari harapan.
(Penulis: Dara Ayuwi, S.H., M.Kn (Alumni FH-UNSYIAH, Alumni Prog. Magister Kenotariatan- USU, Seketaris II DPN PPWI)