mediapublik.net, Jakarta
Publik digegerkan oleh temuan volume Minyakita yang tidak sesuai takaran yang tercantum di kemasan belakangan ini. Fakta tersebut pertama kali diungkap melalui video yang diunggah warganet. Video yang lantas viral tersebut, langsung ditindaklanjuti Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman.
Saat melakukan inspeksi dadakan (sidak) di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, ia menemukan ada Minyakita yang hanya berisi 750-800 mililiter, alih-alih 1.000 mililiter atau 1 liter sesuai yang tercantum pada kemasan.
Usut punya usut, kecurangan dilakukan oleh tiga produsen Minyakita, yaitu PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang beroperasi di Depok dan Koperasi Produsen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kelompok Terpadu Nusantara (KTN) asal Kudus.
Keduanya memproduksi Minyakita dengan kemasan 1 liter. Kemudian, ada pula Minyakita kemasan pouch atau bantal ukuran 2 L yang diproduksi PT Tunas Agro Indolestari (TI) dari Tangerang.
“Ini merupakan pelanggaran serius. Minyakita yang seharusnya berisi 1 liter, ternyata hanya memiliki volume 750-800 mililiter,” kata Amran, kepada awak media, Sabtu (8/3/2025).
Melalui keterangan resminya, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag), Moga Simatupang, menjelaskan bahwa bahan baku Minyakita yang terindikasi dicurangi diduga menggunakan minyak goreng non-DMO ((Domestic Market Obligation). Harga bahan baku yang lebih tinggi tersebut membuat produsen memilih untuk mengurangi volume Minyakita untuk menutupi biaya produksi dan bahan baku.
Selain itu, produsen tersebut juga menaikkan harga jual, sehingga harga eceran tertinggi (HET) di tingkat konsumen yang senilai Rp15.700 per liter tidak akan tercapai.
“Repacker (produsen) tersebut melakukan modus pelanggaran karena memanfaatkan momen saat minyak goreng Minyakita sangat diminati konsumen, khususnya momen Ramadhan dan Idulfitri 2025,” kata Moga, dikutip Selasa (11/3/2025).
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, menilai, kasus korupsi Minyakita ini berdampak signifikan terhadap sistem pangan di tingkat konsumen. Sebab, dengan pengurangan volume Minyakita, masyarakat telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan haknya secara penuh.
Dalam hal ini, dengan harga rata-rata Minyakita saat ini mencapai Rp18.000 atau jauh lebih tinggi dari HET, masyarakat hanya mendapatkan Minyak Goreng Kemasan Rakyat (MGKR) tersebut tak sampai 1 liter, hanya 750-800 mililiter saja.
Di sisi lain, HET Minyakita dipatok sebesar Rp15.700 di level konsumen karena didukung oleh subsidi dari pemerintah. Seiring dengan adanya manipulasi volume oleh produsen Minyakita, jelas memberikan kerugian bagi masyarakat sebagai penerima subsidi dan pemerintah selaku pemberi subsidi.
“Dengan perilaku seperti itu, yang dilakukan oleh para produsen maupun pelaku rantai pangan, saya kira kerugiannya ada di kita semua. Tidak hanya di konsumen, tapi juga ada di sisi masyarakat luas,” jelas dia, yang dikutif oleh Tirto, Selasa (11/3/2025).
Sayangnya, manipulasi tak cuma terjadi pada produksi atau pengemasan Minyakita saja. Beberapa hari ini senter pula kabar soal dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia (Persero) yang berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun. Meski dugaan tersebut langsung ditepis manajemen.
Petugas merapihkan barang bukti Minyakita usai konferensi pers terkait produk minyak goreng Minyakita isi tidak sesuai kemasan di Lobby Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (11/3/2025). Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan mengungkap kasus minyak goreng Minyakita yang takarannya tidak sesuai dengan label yang ada pada kemasan dengan menyita barang bukti 450 dus kemasan pouch, 180 kemasan pouch bag, 250 krat kemasan botol, mesin pengisi, dan timbangan.
Namun, terlepas dari itu masih banyak temuan penyelewengan pengadaan maupun distribusi pupuk bersubsidi. Seperti yang terjadi di Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, pada Desember 2024.
Pada kasus tersebut, Kejaksaan Negeri (Kejari) Rokan Hulu menetapkan enam tersangka atas dugaan perkara tindak pidana korupsi penyimpangan penyaluran pupuk subsidi yang merugikan negara hingga Rp24,53 miliar.
“Dengan berbagai kasus tersebut, kita bisa melihat bahwa dengan sangat mudahnya masyarakat dipermainkan untuk mencari keuntungan kelompok-kelompok tertentu. Dengan manipulasi ini, kita bisa melihat bahwa hak dasar orang atau masyarakat itu jadi sangat kecil dan mudah banget dipermainkan,” kata Said.
Padahal, sejatinya kita ada dan bernegara untuk memastikan bahwa masyarakat terlindungi, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengatur soal perlindungan keamanan pangan masyarakat Indonesia. Berdasar beleid ini pula, para pihak yang melakukan kecurangan jelas telah melanggar UU. Parahnya, mereka juga telah mencederai hak asasi manusia (HAM), karena pangan merupakan salah satu bagian darinya.(MP/tirto.id)